Menuju Palembang



Tanggal 30 Desember kemarin suami ku di telpon keluarganya dari palembang, mengabarkan bahwa ayuknya yang berdomisili di kota palembang telah meninggal dunia. Innalillahi WA inna ilaihi rojiun.

Esok hari kami berkemas untuk segera berangkat ke palembang. Dari rumah kami menuju stasiun kereta api rangkas bitung tujuan merak, setelah sampai di stasiun, kami diperiksa sesuai dengan protokol yang berlaku selama covid. Namun terkendala dengan anak, karena berkereta api dilarang membawa anak kecil dibawah usia 5 tahun. Sedangkan anakku usia 4.8 tahun, kurang empat bulan lagi genap usia 5 tahun.

Di pintu masuk kereta Saya sedikit berdebat dengan petugas KAI, sebelumnya petugas yang lain membolehkan karena darurat kematian keluarga, saya pun memperlihatkan bukti foto berikut chat an dengan keluarga di Palembang. Setelah dapat izin langsung saya antri membeli tiket dan si kecil sama suami menunggu. Tiga tiket akhirnya kudapatkan. Namun dipintu masuk saya ditarik dari antrin. Setelah debat panjang lebar akhirnya diperbolehkan juga melanjutkan perjalanan menuju kampung halaman suami. Saya memaklumi petugas tadi karena beliau menjalankan tugasnya sesuai dengan aturan. Saya yang salah memaksakan diri naik transportasi kereta api dengan alasan lebih ekonomis dari segi waktu dan uang.

Sekitar jam 16.00 saya sampai ke stasiun merak, suami langsung mencari loket untuk membeli tiket. Akhirnya kami mendapatkan bus Antar Lintas Sumatra( ALS). Dan langsung naek bus untuk persiapan naek kapal laut. Sebelum masuk kapal kami di swab alhamdulillah negatif, sehingga masuklah kami dalam kapal.

Dua jam dalam kapal laut menikmati senja yang indah dan dinginnya angin laut dimalam hari. Entah kenapa Saya menyukai senja, bagi saya senja mempunyai daya pikat luar biasa ia simbol kesetiaan, meski datang hanya sekejap besok ia akan kembali datang.

Alhamdulillah kami mendarat di dermaga bakauheni pada pukul 21.00. Lanjut lagi berangkat naik bus yang tadi kami naiki. Perkiraan kami sampai kota Palembang sekitar pukul 4 pagi, karena sekarang ada jalan tol jadi mempersingkat waktu, hampir lima jam waktu terpangkas, separuh perjalanan dari sebelum ada tol palembang. 

Namun yang terjadi sebalik nya, supir bus utama waktunya istirahat dan ia tidur dikursi belakang dan diganti supir kedua, si supir pengganti ternyata enggak hapal jalan, ia pertama kali membawa bus daerah sumatra, walhasil kami dibawa nyasar, padahal penumpang bukan hanya ke Palembang ada yang ke Jambi bahkan sampai ada penumpang yang mau ke Medan.

Subhanallah perjalanan yang sangat melelahkan, 16 jam kami dibawa putar2 untuk sampai pull bus ALS. Sepanjang jalan kami lebih banyak bertemu hutan, perkebunan kelapa sawit. Alhamdulillah dibus tidak ada penumpang yang protes apa lagi marah-marah semuanya tetap enjoy, meski pun ada beberapa yang nyeletuk tapi tetap sambil guyon sehingga tidak membuat supir stres karena salah jalan. Selama perjalanan 10 kali supir berhenti hanya untuk bertanya arah ke Palembang yang lebih dekat.


Perjalanan yang mestinya dapat dijangkau hanya 6 sampai 7 jam dari pelabuhan Bakauheni, ini memakan waktu sangat luar biasa. Perkiraan datang pukul 4 pagi, melorot sampai kota Palembang pukul 14.00 berarti 10 jam kami dibawa nyasar. Hikmahnya bisa jalan2 keliling Sumatra gratis, he... He.... Meski dalam hati ngedumel. Syukur Alhamdulillah kami sampai dengan selamat di pull ALS. Semua penumpang turun untuk membersihkan badan dan mengisi perut yang 16 jam tidak terisi apapun.

Sungai Musi

Mumpung di kota Sriwijaya, ku sempatkan pergi ke pasar, kebetulan pasarnya dibawah jembatan ampera, iconnya wong kito galok. Meski tidak berbelanja asik saja putar-putar pasar dengan segala keriuhannya. Setelah capek putar-putar tiba saatnya berselfi ria di kawasan sungai Musi.

Sungai Musi pasti nggak asing di telinga orang Indonesia. Sungai yang terletak di Palembang ini punya daya tarik tersendiri. Jembatan Ampera, jembatan yang membentang di atas Sungai Musi, sungai terpanjang di Sumatera dengan panjang sekitar 750 KM dan membelah kota palembang menjadi dua bagian. Ilir dan Ulu. Menjadi icon Kota Palembang yang menarik banyak wisatawan.

Perpaduan antara keindahan Sungai Musi dan Jembatan Ampera menjadi kenangan yang tak terlupakan bagi semua orang yang pernah singgah di Bumi sriwijaya. Sejak zaman Kerajaan Sriwijaya hingga sekarang, sungai ini terkenal sebagai sarana transportasi utama bagi masyarakat setempat.

Musium Sultan Mahmud Badaruddin II

Dari sungai Musi lanjut ke Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB II) terletak dikawasan Wisata Benteng Kuto Besak (BKB). Masih berdekatan dengan sungai musi hanya berjarak kurang lebih 300 meter. Bangunan megah berukuran panjang 32 meter, lebar 22 meter dan tinggi sekitar 17 meter, berasitektur Eropa dibangun oleh kolonial Belanda mulai tahun 1823 dan selesai pada tahun 1825.

Konon menurut cerita orang yang saya ajak ngobrol bangunan ini sebelumnya dipakai sebagai rumah dinas Residen Belanda di Palembang . sebelum menjadi musium seperti sekarang ini dulunya adalah sebuah keraton yang dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo atau Sultan Mahmud Badauddin I sekitar tahun 1737 M.

Sayang sekali obrolan saya dengan entah siapa namanya harus terhenti, HP saya berdering panggilan dari suami menghentikan kisah musium ini. Mudah-mudahan dilain kesempatan masih bisa singgah untuk menguak lebih dalam lagi sejarah musim SMB ini.

Komentar

  1. Perjalanan yang mengasyikkan, walaupun dalam suasana duka. Salam dari bumi Silampari, bagian dari tanah Sumatera Selatan.

    BalasHapus
  2. Mutar-mutar Palembang Gratis..
    Ngedumel sedikit namun tetap dalam kesabaran dan keikhlasan dalam perjalanan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wkwkwk, iyaa bundaa BT banget sebetulnya, tapi cukup dlm hati🤣

      Hapus
  3. Ikut merasakan lika-liku perjalanan ke kampung halaman suami. Semoga lancar dan mudah saat kembali ke kota asal.

    BalasHapus
  4. saya juga pernah punya pengalaman seperti itu Bu
    Hmmm...penat yang aduhai hehehe

    BalasHapus
  5. Perjalanan yg luar biasa.
    Mantap....

    BalasHapus
  6. Saya termasuk pecinta senja .. salam senja bunda .. semua ada hikmahnya. Alhamdukikah jln2 gratis hihi .walo pasti sangt capek..

    BalasHapus
  7. Saya pernah juga singgah di jembatan Ampera jaman masih muda. Sekarang mestinya lebih modern dan gemerlap, Waktu itu sekitar tahun 1996 an. dah lama sekali ya ....

    BalasHapus
  8. Senja: simbol kesetiaan. Hmm ... Semoga suatu hari nanti bisa menginjakkan kaki di tanah Sumatera

    BalasHapus
  9. Saya selalu suka dengan tulisan kisah sebuah perjalanan. Isinya mengalir bagai sungai musi..hehehehe...

    BalasHapus
  10. Subhanallah perjalanan yang penuh manfaat. Salam literasi Bu

    BalasHapus
  11. Perjalanan yang seru. Sopir nggak hafal jalan tentu jadi masalah. Jadinya bener2 jalan-jalan. Hehe

    BalasHapus
  12. Semoga amal ibadah ayah Handa nya Bu ustadjah di terima amal ibadah oleh ALLOH SWT dan keluarga yang ditinggalkannya di berikan kesabaran ,🙏

    BalasHapus
  13. Berasa lucu Bun, masa sopir bus sampe nyasar menuju tujuannya,heheh...memang pengen ngajak jalan-jalan kali ya. Kalau lewat rute biasa, ngelewati daerahku, Kayu agung.
    Aku juga suka senja, apalagi ditingkahi suara adzan yang mengepung jiwa.
    Terimakasih untuk laporan perjalanannya, berasa ikutan Ibu,nikmati Palembang...namun, turut berdukacita ya,Bu.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

How To be the F1

Ide Menulis Bagi Guru

Menjadi Yang Ke dua